Sebelum Tiga Puluh

Hampir 8 tahun yang lalu saya membuat resolusi dan berjanji akan memenuhinya sebelum ulang tahun saya yang ke 30.

“Saya ingin menjejakkan kaki ke lima benua sebelum umur 30”.

Resolusi itu saya buat tahun 2007 setelah perjalanan pertama saya pulang dari Eropa. Tiket pesawat saya gratis pulang pergi, hadiah pemerintah Prancis. Begitu juga uang saku dan biaya hidup di sana. Orang tua saya cukup berbaik hati menambahkan uang saku. Jumlahnya tak besar, Tapi cukup untuk saya beli tiket kereta api keliling Eropa.

Eropa adalah perjalanan bersendiri perdana yang memberikan saya hadiah istimewa: keberanian. Keberanian untuk berpetualang sendirian. Keberanian untuk terus berjalan meski dengan uang yang semakin menipis di tangan. Keberanian untuk menjaga diri sendiri.

Keberanian untuk bermimpi.

Satu tahun kemudian.
Entry level job.
Jurnalis majalah life style.
Mulai mampu berburu promo budget airlines.

Dua tahun kemudian.
Konsultan public relation.
Mulai semakin sering bepergian. Business trip ke seluruh penjuru Indonesia hingga ke manca negara meski masih tingkat ASEAN.

Semesta ternyata setia mengantar saya semakin dekat dengan mimpi saya.

Kantor tempat saya bekerja menawarkan subsidi sebesar satu bulan gaji yang mereka sebut sebagai personal development fund. Gilanya.. Dana ini bisa dipakai untuk traveling ke suatu tempat yang belum pernah kita kunjungi.

Selangkah lebih dekat.
Australia. 2010.
Merayakan ulang tahun ke 26 di Melbourne dan Sydney.

2 tahun kemudian. Saya kelelahan.
Tak pernah saya selelah itu jiwa dan raga. Saya berhenti bekerja. Menghabiskan satu minggu di Hong Kong sendirian, kemudian 7 hari lagi meditasi tanpa bicara di Puncak, Jawa Barat.

Karir baru.
Media Relation Executive sebuah perusahaan multi nasional.
Di tahun pertama saya bergabung, perusahaan sedang dalam performance terbaiknya.
Selain bonus yang kami terima, kami juga diterbangkan ke Swiss untuk konferensi. Gratis.
Eropa, untuk kedua kalinya.

1 tahun kemudian. 2013.
Ulang tahun saya yang ke 29 jatuh di bulan Desember. Saya masih belum juga ke Afrika dan Amerika. Sisa waktu saya tinggal 1 tahun. Ada ragu yang mengetuk pintu logika.

“Sudahlah, sayang uangnya. Liat tuh, orang-orang nyicil mobil, beli rumah, bikin pesta nikah, investasi.. Nggak mau ikutan? Jadi orang normal ajalah..buang-buang uang buat keliling dunia.. Buat apa?”

Tapi kepala saya ternyata luar biasa kerasnya. Hati saya tak kalah membatunya. Saya nekad menguras sisa tabungan, berburu penawaran airlines terbaik, dan berangkat menantang bahaya.

Afrika. 2013.
Menghabiskan seminggu penuh memulihkan jiwa yang berulang kali didera badai duka tahun itu dengan duduk di beranda hotel di Giza, menyeruput kopi panas menatap Sphinx dan Piramida. Setiap pagi.

Kembali dari Mesir saya hanya bisa meringis lihat sisa saldo di rekening. Amerika terasa begitu jauh dan di luar daya. Waktu saya tinggal 12 bulan..

Desember 2013. Suatu sore di tengah percakapan dengan atasan saya, ia menyampaikan kabar terbaik yang perlu saya dengar tahun itu.
Penghargaan atas hasil kerja keras saya. Bonus berlipat-lipat. Saya nyaris menangis.
Bukan karena jumlahnya..
Tapi karena dunia dan seisinya berkeras menolak saya menyerah untuk memenuhi resolusi saya.

Saya dihadapkan pada berkah yang saya tahu mengalir, sebab saya berani bermimpi.
Berani menjawab panggilan hati, yang sedikit berbeda dengan jalan hidup orang-orang di sekitar saya.

Mei 2014.
New York, Amerika Serikat.
Entah berapa kali saya menangis di sana, bukan karena sedih atau kesepian.
Tapi karena saya selalu dipertemukan dengan orang-orang baik, kesempatan-kesempatan emas, dan berkah luar biasa yang mengantarkan saya pada pendewasaan dan berribu kisah.

Desember 2014 lalu, saya genap 30 tahun.
Bersendiri dan perayaan kecil di Pasar Santa akhir pekan ini, adalah usaha saya untuk memberi dan berbagi, atas berkah dan hadiah-hadiah indah Semesta.

Ini acara sederhana agar saya bisa menyampaikan pesan kepada semua orang di sekitar saya yang masih punya mimpi dan resolusi untuk dipenuhi..

Percaya pada semesta. Bahwa kamu akan baik-baik saja.

11 thoughts on “Sebelum Tiga Puluh

  1. Di awal tahun 2014, saya berkhayal bisa ada di Paris pada hari ulang tahun (Oktober). Terutama karena ‘dirongrong’ adik yang yakin saya akan jatuh cinta pada Paris. Saya mencoba menabung sambil melihat-lihat harga tiket pesawat. Tapi di pertengahan tahun rencana buyar karena uang dialokasikan untuk sesuatu yang waktu itu lebih penting. Saya berusaha tidak terlalu memikirkan karena toh berulang tahun di Jakarta juga selalu menyenangkan. Namun tepat di 1 Oktober 2014, datang berita yang memungkinkan saya bisa ada di Paris pada hari ulang tahun. Dan ya, saya nekat menguras sisa tabungan. Saya juga sangat berterima kasih saat itu seorang teman berbaik hati mau mengajarkan saya apa-apa soal Paris, termasuk meminjamkan buku-buku panduan.

    Terima kasih, Dini. Bantuanmu akan saya ingat sepanjang hidup.
    Dan ya, hidup serta semesta ini sungguh ‘aneh’ ya. Saya mencoba untuk terus percaya bahwa segalanya akan baik-baik saja.

    Like

    1. Senang sekali bisa ikut ‘mengantarmu’ ke Paris. Ikut bahagia meskipun tau rasanya nyesek juga liat sisa saldo ya šŸ˜„šŸ˜„ aku tunggu hari Sabti dan Minggu yaaa semoga bisa mampir ke Pasar Santa.

      Like

  2. Congratulations, Dini!!
    Baru betul-betul mampir ke sini dan baca. Terima kasih untuk penutupnya: Percaya pada semesta. Bahwa kamu akan baik-baik saja.
    Sepertinya semesta mengantar ke halaman ini saat ini, untuk diingatkan.

    Like

  3. Aaaarghgh. Mestakung!
    Semesta mendukung!
    Setuju bgt Dini! Dalam segala upaya, semesta memberikan yg kita minta..

    Keep on believing!šŸ˜˜

    Like

  4. I really hope you know how this post (yes this particular post) has choked me to tears. I can so relate to this. I’m in this pre-thirty (or late 20something whatever you call it) crisis. Just had a painful broke up and decided to take 10 days break and traveled alone to Cambodia last February. In Cambodia I also let a little cry here and there. Not because I was sad traveling alone, but because I found myself again, that girl who can enjoy the world outside of a relationship. http://clara-siagian.tumblr.com/post/112122822433/solo-traveler

    I really love your word play of ‘bersendiri’. Oh how I wish others (and me!) can take so much of wisdom from your stories. Bring ’em on

    It speaks of me. Thank you again, thank you

    Clara

    Like

    1. Hi Clara, this is by far the loveliest love letter I’ve ever received from a stranger. Thank you for embracing Bersendiri very close to your heart, as a writer and a solo traveler, I couldn’t think of a better compliment than this. You and many others who found Bersendiri as a reflection are the main reason why I started this blog. Read your entry in Cambodia, and would really really love to feature it here. Can we discuss it through emails? Mine is bersendiri@gmail.com. Thank you for the lovely words.

      Like

Leave a comment