Chicago dan Quiet Car

Saya tidak pernah tahu bahwa di dunia ini ada istilah ‘quiet car’ hingga perjalanan saya ke Chicago, musim semi 2014 lalu.  Setelah seharian mengellingi Chicago dan mengunjungi setiap tempat dalam daftar ambisius yang saya buat, saya hanya ingin duduk tenang di dalam kereta selama satu jam ke depan sambil meluruskan kedua kaki yang terasa kebas. Ketika saya mendekat ke kereta commuter yang akan  membawa saya pulang, saya melihat tulisan quiet car di gerbong yang saya masuki. Hmm? Quiet car? Sounds like a good idea. Sounds like the perfect ride for ‘bersendiri’.

Saya menatap penumpang sekeliling saya di dalam gerbong. Semua orang duduk diam dan tenang. Ada yang membaca buku, ada pula yang sibuk dengan gadget mereka.  Sebagian dari mereka bersandar pada dinding kereta sembari memejamkan mata ditemani dengan headphone di telinga. Tak ada yang bicara. Semua sibuk bersendiri. Aneh rasanya, Hening. Quiet car ini seperti mesin waktu yang masuk ke sebuah dimensi lain.

Saya pun tertidur.. lelap.

Hingga tiba-tiba saya terbangun karena suara berat di samping saya.

“Which station are you getting off Ma’am?”

Setengah sadar saya menjawab “Geneva”. Ia tersenyum, “Whoops, you just missed it. THAT was Geneva!”

Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Panik. Setengah kesal pada diri sendiri, bisa-bisanya saya ketiduran dan terlewat stasiun pemberhentian saya.

“What should I do now?” Saya menatap si kondektur dengan wajah memelas.

Saya tahu bahwa ini artinya saya harus turun di stasiun terdekat, membeli tiket baru, lalu menunggu beberapa saat hingga kereta berikutnya lewat ke arah berlawanan.

Kondektur itu mengambil tiket saya, lalu tanpa ragu menuliskan sesuatu di atasnya. Setelah itu ia berpesan,

“Just get off at the next station, then hop on to the next city bound train. If they ask you anything, tell them to contact me.”

Saya tersenyum membaca catatan kecilnya:

“Fell asleep, get off at Geneva, JG”.fell asleep

Malam sepi memberikan catatan kecil pada saya, di tengah bentangan rel kereta Illinois. Bersyukur atas betapa baiknya semesta menjaga saya bahkan di saat saya lengah dan tak  berjaga-jaga.

Malam dan laju kereta mungkin hanya ingin bilang, bahwa saya tidak pernah betul-betul sendirian, di quiet car sekalipun.

 Di antara kantuk dan bisik laju kereta, saya melangkah naik ke kereta berikutnya.

Advertisement

3 thoughts on “Chicago dan Quiet Car

  1. Reblogged this on Adzaniah and commented:
    Just read this blog from bersendiri.com
    Ternyata ada yah, produk transportasi umum semacam Quiet Car, yang penumpangnya bisa menikmati keheningan dalam perjalanan. Saya baru tahu 🙂

    Saya beberapa kali, tak disengaja tentunya, mengalami situasi seperti di dalam Quiet Car, terutama saat berkendaraan umum di jam gak sibuk dan gak ada anak kecil di dalam kendaraan umum tersebut. Yeah, dewasa ini orang-orang dewasa cenderung lebih senang bercengkerama dan berinteraksi melalui dunia maya, sekalipun dengan teman yang secara lokasi berada radius kurang dari 1-2 meter.

    Terkadang saya merindukan masa sepuluh tahun lalu yang kita bisa ngobrol asik dengan orang (yang bahkan ga dikenal) seperjalanan di kendaraan umum. Tapi terkadang juga, saat sedang lelah dengan urusan duniawi, disapa atau ada orang nanya sesuatu kepada saya saja, saya males-malesan ngerespon karena terlalu asik dengan akun-akun media sosial saya.

    Media sosial, mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat…

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s